Menjadi Mahasiswa LIPIA
Menjadi Mahasiswa LIPIA
Oleh : Febriawan Jauhari
Episode 1: Pertimbangan
Selepas lulus dari pesantren saya bersama seorang teman buru-buru terbang ke Jakarta untuk tes beasiswa kuliah di Madinah. Pengalaman yang seru, mengingat ini pertama kalinya bagi saya pribadi melihat gedung-gedung tinggi, lautan manusia lalu lalang dan hal-hal khas jakarta lainnya, termasuk panas dan macetnya. Alhamdulillah, tes lancar jaya. Yang menjadi masalah adalah pengumuman kelulusan baru akan keluar tahun berikutnya. Nah, selama satu tahun ke depan saya harus bagaimana?
"Tiang sudah membulatkan tekad ke LIPIA, Mak." Sama seperti malam-malam sebelumnya, diskusi sengit kembali terjadi antara saya dan Mamak.
Orang tua ingin agar saya kuliah di Lombok saja, biar dekat atau paling jauh di Malang, mengikuti jejak kakak. Kampus umum non-agama.
"Tiang merasa iman tiang masih belum kuat, Mak. Khawatirnya, arus kehidupan di kampus luar mengikis nilai-nilai pesantren yang telah tiang pelajari." Lanjut saya.
Bukannya tanpa alasan saya berpendapat seperti ini. Betapa banyak kakak-kakak kelas alumni pesantren yang saya saksikan dengan mata kepala sendiri kehilangan nilai-nilai kesantriannya saat kuliah di kampus umum. Seolah-olah enam tahun tarbiyah pesantren menguap begitu saja tanpa bekas.
"Wan, kamu itu ibarat prajurit dengan senjata lengkap, ilmu-ilmu agama dasar sudah kamu lahap habis, kenapa takut ke medan perang?" Celetuk salah seorang sepupu yang kebetulan hadir malam itu.
"Memang senjata sudah lengkap, tapi cara menggunakan senjatanya masih harus dipelajari." Balas saya.
Dan setahu saya, umur-umur 15-21 tahun adalah umur yang masih sangat labil. Perlu lingkungan yang cukup baik untuk mendewasakan sikap dan pikiran.
Sebenarnya selain di LIPIA, ada beberapa alternarif seperti pondok tahfiz, Ar-Royyah atau Ali bin Abi Tholib. Tapi hati lebih condong ke LIPIA, dengan beberapa pertimbangan.
Semakin dekat kita dengan sumber mata air, semakin jernih air tersebut. Ini adalah prinsip belajar agama saya. Berhubung dosen-dosen di LIPIA datang langsung dari negerinya Rasulullah, maka jelas keilmuan mereka lebih dekat dengan mata air itu sendiri. Ini pertimbangan pertama.
Kedua, LIPIA menawarkan beasiswa penuh selama kuliah disana. Bahkan setiap bulan ada uang sakunya. Ini hebat, setidaknya saya bisa meringankan beban orang tua.
Ketiga, dengar-dengar LIPIA memiliki perpustakaan dengan koleksi kitab arab terlengkap seantero Asia Tenggara. Aduhai, bagi maniak buku seperti saya, adakah kabar yang lebih membahagiakan daripada ini?
Keempat, lokasi LIPIA yang di jantung Indonesia benar-benar membuat antusias. Tak sabar rasanya untuk segera bertemu dengan orang-orang besar yang sering muncul di televisi.
Maka dengan pertimbangan ini, kemudian setelah bicara baik-baik dengan orang tua yang akhirnya melunak. Bismillah, saya terbang ke Jakarta untuk kedua kalinya. Bersiap-siap untuk mengikuti tes masuk.
Episode 2: Tes Masuk
Sebelumnya, masuk LIPIA bukanlah tanpa resiko. Tahun 2012, LIPIA mengadakan tes penerimaan mahasiswa baru pada bulan September. Sangat telat jika dibandingkan kampus-kampus lain. Teman-teman seangkatan sudah asyik uploud foto di media sosial menggunakan almamater kampusnya. Sedangkan saya masih dag-dig-dug menunggu tanggal ujian. Walhasil, jika tidak lulus LIPIA, resikonya adalah ngambang selama satu tahun, tidak kuliah dimanapun. Ini adalah harga yang sangat mahal untuk dipertaruhkan. Terlebih, keluarga saya adalah keluarga yang cukup terpandang di desa. Apa kata tetangga jika saya menganggur nantinya?
Dengan alasan ini pula beberapa teman sepesantren urung untuk daftar di LIPIA. Al-abdu fit tadbir war robbu fit taqdir (Tugas hamba adalah berusaha, sedangkan takdir biarlah Allah yang atur.) Maka yang akan terjadi biarlah terjadi. Toh, ini adalah jalan yang saya pilih, saya harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Sekedar info, alhamdulillah dua tahun belakangan LIPIA menyelanggarakan tes masuk sama seperti kampus-kampus lain. Jadi tak ada resiko seperti dulu lagi.
Berhubung soal-soal tes menggunakan bahasa arab. Maka dibutuhkan persiapan ekstra untuk menghadapinya. Al-Assolah sebagai organisasi yang menaungi mahasiswa-mahasiswa LIPIA asal NTB alhamdulillah mengadakan beberapakali camp untuk kami. Satu pekan di Lombok, satu pekan lagi di Jakarta.
Al-assolah benar-benar banyak membantu kami. Salah satunya adalah saat mendaftar. Jika peserta lain harus pergi ke Jakarta hanya untuk menyerahkan berkas, kami hanya perlu mengirimkan lewat jasa pengiriman, Al-Assolah yang mengambilkan nomer pendaftaran bagi kami. Tak hanya itu, dari tiket pesawat, kemudian tempat tinggal, modul persiapan tes semua telah disiapkan. Kami hanya tinggal jalan.
***
Sesampai di Jakarta, camp kedua segera dilaksanakan. 24 jam dikurangi waktu tidur, saya dan teman-teman estafet belajar mati-matian. Capek? Memang, tapi hanya dengan bercapek-capek di masa sekarang kami baru akan bisa membeli masa depan yang cemerlang.
Waktu itu jumlah kami lebih dari 20. Dibagi menjadi dua kelas. Masing-masing kelas dipegang oleh seorang coach.
Intensitas ibadah benar-benar dimaksimalkan, tahajjud, tilawah, duha, puasa semua dilahap habis. Bentuk-bentuk maksiat semisal chat dengan akhwat, nonton film tidak berguna dan semisalnya benar-benar ditalak tiga. Logikanya sederhana, jika kami sudah mati-matian belajar, ibadah dimaksimalkan dan semua maksiat ditinggalkan, apa yang menghalangi kami dari kelulusan? Hanya satu yaitu takdir, jika memang tidak lulus kami bisa membisikkan ini, "boleh jadi kamu benci sesuatu padahal itu baik bagimu."
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Beberapa jam lagi ujian akan dimulai Aduhai, cobalah lihat wajah saya! Begitu tegang.
Saya masuk ke kelas. Duduk dengan hati yang gemetar. Di depan berdiri, seorang syaikh menggunakan jubah memegang amplop berisi soal. Suda siapkah saya?
Lembar soal dibagikan. Ada 5 jenis soal: pertama, fahmul maqru' atau listening. Kedua, fahmul maqru' atau reading. Ketiga, nahwu dan shorof. Tiga jenis soal tersebut berbentuk pilihan ganda dan masing-masing berjumlah 15 butir, setiap soal bernilai 2 poin. Jenis soal keempat adalah isian. Kelima adalah insya atau mengarang. Dan soal terakhir adalah imla'. Aduhai 2 jam yang sangat menegangkan.
Walau begitu, semua soal berhasil terselesaikan. Keluar dari kelas saya cukup optimis. Sumringah tersenyum sana-sini. Tapi itu tidak bertahan lama, ketika kumpul dengan teman-teman mendiskusikan soal-soal tes tadi, akhirnya saya sadar, saya salah memahami soal isian tadi. Otomatis semua jawaban isian saya salah. Seketika, mengkerut wajah ketakutan. Memaki diri sendiri yang kurang teliti.
Masih satu pekan hingga pengumuman lulus keluar. Sekarang waktunya memperbanyak doa. Ini juga satu-satunya senjata yang masih tersisa. Maka mau pagi, siang atau malam, saya tak henti-hentinya berharap kepada Allah. "Walaupun doa saya tak akan mengubah takdir, setidaknya bisa membuat dada lapang saat tidak lulus kelak." Benak saya.
Well, akhirnya pengumuman itu keluar. Saya segera berlari menuju kampus. Peserta tes masuk kemarin berkerumunan mencari nama mereka. Saya menyisir satu persatu dari nomer satu. Dan aduhai! Lihat itu! Ajaib, Nama saya terselip diantara nama-nama mereka yang lulus itu. Alhamdulillah.
Demi Allah jika sekarang orang-orang bertanya apa yang membuatmu lulus di LIPIA? Sedikitpun saya tidak akan menjawab karena jawaban atau ilmu yang saya miliki, tapi semata-mata berkat karunia Allah. Sungguh Allah tak pernah mengecewakan hamba-Nya yang berdoa kepada-Nya.
Minggu depannya, perkuliahan di mulai. Yes idad lugowi mustawa awal. Hari-hari menjadi mahasiswa LIPIApun dimulai.
Episode 3: Jatuh Cinta Dengan Seseorang
Ini tak bisa dipungkiri. Sesoleh-solehnya mahasiswa LIPIA, masa muda tetaplah masa muda. Bunga-bunga itu tumbuh di waktu yang salah. Sangat sayang jika dipotong, tapi menjaganya sama saja dengan bunuh diri.
Butuh waktu cukup lama untuk keluar dari kubangan maksiat ini. Ala kulli hal, sebaik-baik masa muda adalah masa muda yang digunakan untuk menambah ilmu dan takwa. Sedalam apapun sebuah hubungan, jika hanya menjauhkan diri dari Allah, putuskanlah.
Hubungan tidak jelas seperti ini juga memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap nilai di kelas.
"Kamu tahu, Wan? Kenapa IP saya tak pernah bagus? Gara-gara saya sering telponan sama dia." Keluh seorang teman dekat.
Eh, kok sama ya?
Di LIPIA sendiri, tidak dikenal istilah pacaran. Tak ada satupun teman kampus yang membicarakan topik ini. Tabu. Rumus disini sangat sederhana, jika kamu jatuh cinta dengan seorang perempuan, datangi langsung orang tuanya TITIK!
Maka duduk diantara mereka ibarat menjadi domba hitam yang terselip diantara ribuan domba putih. Membuat malu.
Perkara melepaskan ini bukanlah perkara mudah, karena sama saja dengan siap-siap kehilangan setengah hati yang sudah terlanjur kau donorkan untuknya.
Saya mulai membuat list mudorrot dan maslahat dari hubungan tidak jelas ini. Memang cara yang tak lazim. Tapi saya hapal betul karakter diri saya pribadi, anget-anget tain manoq, kata orang Lombok. Jika iman naik, saya cukup yakin untuk tidak merindukannya, tapi bagaimana jika sedang down? Seribu satu cara akan saya lakukan untuk menyambung tali yang terputus. Dan ini tak boleh terjadi. Setidaknya, list ini bisa menjadi pengingat bahwa ismuha akbar min naf'iha, mudorrotnya lebih besar daripada maslahatnya.
Akhirnya, setelah melalui perenungan yang sangat panjang, dengan berat hati saya melepaskannya. Berpisah dalam ketaatan jauh lebih baik daripada bersama tapi dalam kemaksiatan.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ
"Dan adapun orang-orang yang takut akan kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya." (An-Nazi'at 40-41)
Ayat ini selalu menjadi ayat favorit saya jika sudah menyangkut perkara yang satu ini.
Episode 4: Sakan Tullab Internasional
Setelah resmi menjadi mahasiswa LIPIA, saya mendaftarkan diri unruk masuk sakan tullab atau asrama mahasiswa. Lokasinya satu gedung dengan kampus. Hanya berbeda lantai. LIPIA sendiri terdiri dari dua gedung kaca besar nan megah.
Syarat terpenting agar bisa diterima di asrama adalah jauhnya jarak kampung halaman dari LIPIA dan status sebagai mahasiswa baru. Jika dua syarat ini terpenuhi, kamu dijamin bakal masuk asrama.
Saya kebagian kamar nomer 40. Tertatih-tatih tubuh menyeret koper, setelah Mengetuk dan mengucapkan salam, seorang laki-laki berkulit putih membuka pintu. Orang ini pasti bukan orang indonesia, pikir saya
"Saya dari filipina." Katanya memperkenalkan diri sembari mempersilahkan masuk. Yes dugaan saya benar! Ini akan menjadi pengalaman yang sangat menarik tinggal satu kamar dengan mahasiswa asing.
Saya meneropong sekitar, kamar ini tak terlalu besar juga tak terlalu kecil, lebih dari cukup untuk ukuran mahasiswa. Disana ada 6 ranjang, 6 meja belajar dan 6 lemari.
"Kamu bisa tidur di ranjang atas." Katanya ramah.
"Siapa yang tinggal di ranjang bawah ini?" Tanya saya.
"Mahasiswa thailand." Jawabnya.
Aduhai, keren! Pikiran saya tiba-tiba melayang ke salah satu film thailand yang dulu pernah saya tonton semasa pesantren bareng teman-teman. Sucksheed!
Walaupun ada enam ranjang, yang terisi hanya empat buah. Satu sisanya lagi diisi oleh mahasiswa Indonesia sama seperti saya. Ini akan menjadi kehidupan asrama yang sangat seru. Rasa-rasanya tidak sabar untuk segera belajar bahasa dan budaya mereka.
Tak jarang jika mereka memasak makanan, saya kecipratan untuk mencicipi. Ada perbedaan rasa yang cukup jelas antara makanan kita dengan mereka. Tapi itu tidak penting, yang paling penting adalah perut terisi kenyang. Yassalam...
Bergaul dengan mereka membuat saya sadar bahwa dunia ini bukan hanya terdiri dari Indonesia saja, akan tetapi benar-benar luas, ada ratusan negara di luar sana, ada jutaan manusia dengan warna kulit, bahasa dan kebudayaan yang berbeda. Terlebih jika menengok ke luar angkasa, terdapat ribuaan bintang yang gemerlapan, jutaan galaksi selain galaksi kita. Seketika, saya merasa kecil. Seolah menjadi sebutir debu di padang pasir luas. Lantas kenapa kita manusia masih saja menyombongkan diri?
Tambahan info, sekarang LIPIA memiliki komposisi mahasiswa dari 10 lebih negara berbeda.
Tinggal di asrama bagaikan tinggal di hotel. Kulkas, Ac, Mesin Cuci, Kantin, akses ke kelas hanya dengan menekan tombol lift. Benar-benar serasa dimanjakan. Fabi ayyi ala'irobbikuma tukazziban? Nikmat tuhan mana lagi yang kamu dustakan?!
Asrama juga menawarkan kesempatan-kesempatan emas ke setiap penghuni semisal program menghapal Al-Qur'an setiap bakda subuh, ngaji kitab bersama masayikh setiap bakda maghrib dan hal-hal keren lainnya.
Ngomong-ngomong tepat di depan asrama berdiri megah sebuah Mall. Akses belanja benar-benar lancar jaya. Yang membuat antusias adalah ketika menjelang jam 10 malam, beberapa kedai makanan memberikan diskon besar-besaran. Jadilah mahasiswa kere seperti saya hunting kuliner. Mantap markatop.
Tambahan info, tahun ini LIPIA telah meresmikan asrama untuk mahasiswi. Lokasinya tidak terlalu jauh dengan kampus.
Episode 5: Tentang LIPIA
Sebelum melangkah ke episode-episode selanjutnya, kurang afdol rasanya jika kita tidak mengenal LIPIA lebih dekat baik sejarah ataupun sistem pendidikanya. Bukankah tak kenal maka ta'arruflah?
Berikut apa yang ditulis wikipedia tentang LIPIA
Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu tentang agama Islam yang berada dibawah naunganUniversitas Islam Imam Muhammad bin Saud Riyadh. Berlokasi di Jakarta Selatan didirikan pada tahun 1400 H/ 1980 M.
Alamat sekarang: Jalan Buncit Raya No. 5A, Ragunan Jakarta Selatan, yang sebelumnya berada di Salemba Raya dan Raden Saleh.
Jurusan - Jurusan yang ada di LIPIA adalah:
1. Jurusan Syari'ah: memberikan gelar Bachelor/Lc. dalam bidang ilmu syar'iah. Masa belajar 4 (empat) tahun.
2. Jurusan Persiapan Bahasa/I'dad Lughowi,terdiri dari empat level, lama pendidikan 2tahun.
3. Jurusan Takmily/praUniversitas, lama pendidikan dua semester.
4. Jurusan PendidikanGuru/ Diploma, memberikan ijazah diploma umum dalam bidang metodologi pengajaran bahasa Arab bagi non Arab. Lama pendidikan duasemester.
5. Jurusan Manajemen Keuangan dan Perbankan Islam, Diploma IV, masa belajar 4 (empat) tahun.
Tujuan:
1. Menyebarluaskan bahasa Arab
2. Mendidik tenaga pengajar yang ahli dalam bidang pengajaran bahasa Arab bagi non Arab, serta membekali mereka dengan ilmu pengetahuan Islam
3. Mengembangkan kurikulum bahasa Arab diperguruan tinggidansekolah-sekolah diIndonesia.
4. Memberikan bantuan kepada perguruan tinggi dan sekolah-sekolah berupa, teks book, buku-buku dan alat bantu/peraga.
5. Menyiapkan tulisan-tulisan ilmiah tentang bahasa Arab praktis dalam pengajaran bahasa Arab.
6. Mengadakan penataran bagi puara guru bahasa Arab.
***
Salah satu hal yang lucu adalah orang-orang sering sekali salah paham tentang nama LIPIA. Misalnya saat pulang ke kampung halaman, lantas para tetangga bertanya, "Kuliah dimana, Wan?"
"Di LIPIA, Pak." Jawab saya.
"Apa? Libia? Yang di timur tengah itu? Bukannya lagi perang? Bla... bla... bla...."
Hadeh, LIPIA, Pak! bukan Libia. Pake P bukan B. Ini sering terjadi. Dan saya rasa kejadian ini bukan hanya saya saja yang mengalaminya.
Episode 6: Berpetualang
Pada suatu malam, paman di rumah menelpon, memberitahukam bahwa ia akan berkunjung ke Jakarta untuk membeli mobil. "Mau ikut pulang gak ke Lombok?"
Jakarta-Lombok menggunakan mobil? Ini benar-benar keren. Membayangkan keseruan selama perjalanan dan macam-macam budaya yang akan ditemui, saya memutuskan bolos kuliah selama seminggu.
Banyak kejadian lucu bercampur ibroh-ibroh selama perjalanan.

Makasi kak buat ceritanya yg ma syaa allah... Semoga aku punya cerita juga di lipia yg akan menginspirasi, generasi 2 selanjutnya..aamiin... Barakkalhu fik kak 🥺🥺🙏
BalasHapusTerharu maa syaa Allah..
BalasHapusDari lubuk hati yang paling dalam, masih memiliki keinginan untuk berkuliah di LIPIA.., Ya Allah mudahkan lah ana untuk menuntut ilmu